Kebakaran Gedung Terra Drone di Jakpus: 22 Orang Tewas, Saksi Gambarkan Detik-detik Mengerikan
Jakarta — Sebuah kebakaran hebat melanda gedung milik Terra Drone Indonesia di kawasan Cempaka Baru, Kemayoran, Jakarta Pusat pada Selasa, 9 Desember 2025. Insiden ini menelan korban jiwa tragis: sebanyak 22 orang tewas dan puluhan lainnya selamat setelah upaya evakuasi dan pemadaman intensif.
Kebakaran terjadi sekitar pukul 12.43 WIB — saat banyak pegawai tengah makan siang. Dugaan awal menyebut api berpangkal dari baterai litium di lantai pertama, yang disimpan di area gudang atau penyimpanan drone. Api cepat membesar, asap mengepul tebal, menyergap tangga dan akses evakuasi, serta memerangkap sebagian besar korban di lantai atas.
Kronologi Lengkap: Dari Percikan Hingga Petaka
Awal Kebakaran & Percobaan Padam
Menurut laporan petugas, api diduga muncul pertama kali pada area penyimpanan baterai drone di lantai pertama. Beberapa karyawan sempat mencoba memadamkan api dengan menggunakan alat pemadam ringan (APAR), namun upaya itu gagal. Api dan asap dengan cepat menyebar ke seluruh gedung.
Asap tebal segera menjalar ke lantai atas — menutup akses tangga dan elevator — membuat banyak orang sulit melarikan diri. Beberapa saksi menyebut mendengar ledakan kecil sebelum kobaran api membesar.
Evakuasi, Pemadaman, dan Upaya Menyelamatkan Korban
Sebanyak 101 personel pemadam kebakaran dan 28–29 unit mobil damkar diterjunkan untuk memadamkan api serta menyelamatkan orang di dalam gedung.
Beberapa pekerja berhasil menyelamatkan diri ke rooftop lalu dievakuasi lewat tangga darurat atau ladder petugas. Namun asap tebal membuat proses evakuasi sangat sulit; ada korban yang ditemukan dalam kondisi tak bernyawa karena sesak napas, bukan karena luka bakar.
Pemadaman selesai sekitar pukul 17.34 WIB — namun proses pendinginan dan pemeriksaan menyeluruh terus berlangsung, untuk memastikan tidak ada korban yang terjebak atau lokasi api menyala kembali.
Korban dan Kondisi Korban — 22 Tewas, 19 Diselamatkan
Jumlah korban tewas resmi mencapai 22 orang, terdiri dari 7 laki-laki dan 15 perempuan. Korban dievakuasi dan dibawa ke RS Polri Kramat Jati, East Jakarta, untuk proses identifikasi.
Sebagian besar korban diduga meninggal akibat menghirup asap tebal — sesak napas — bukan luka bakar langsung. Lokasi korban banyak ditemukan di lantai 3 dan 4, yang terisolasi dari akses keluar saat kebakaran.
Sementara itu, 19 orang lainnya berhasil diselamatkan, meski sebagian dalam kondisi lemah, trauma, dan sejumlah ada yang mengalami gangguan pernapasan ringan.
Dugaan Penyebab: Baterai Litium & Sistem Keselamatan Dipertanyakan
Berdasarkan penyelidikan awal oleh tim gabungan Pemadam Kebakaran DKI Jakarta dan polres setempat, api diduga berasal dari baterai litium milik drone yang terbakar di lantai 1 lalu memicu ledakan dan kebakaran cepat.
Menurut Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran DKI Jakarta, penyimpanan baterai dalam gedung bertingkat seperti ini perlu dievaluasi ulang, karena sifat baterai litium yang rentan panas, korsleting, atau reaksi kimia bila penyimpanannya tak sesuai standar.
Penyelidikan lanjutan dilakukan oleh tim forensik (Labfor) bersama polisi untuk memeriksa jalur listrik, ventilasi, sistem pemadam kebakaran internal, hingga prosedur safety di gedung. Xinhua News+2bdnews24.com+2
Reaksi Pemerintah & Warga: Duka, Kritik, dan Seruan Perbaikan Keselamatan
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyampaikan duka mendalam atas tragedi ini. Menurutnya, insiden tersebut mengungkap lemahnya kesiapan keselamatan pada gedung bertingkat — terutama terkait akses evakuasi dan proteksi kebakaran.
Masyarakat sekitar juga ramai mendatangi lokasi pascakebakaran. Banyak yang berhenti di pinggir jalan untuk melihat puing, asap, dan suasana sedih — meskipun hal ini sempat menyebabkan sedikit kemacetan di jalan depan gedung.
Seruan agar perusahaan dan pemilik gedung meningkatkan sistem keamanan, jalur evakuasi, dan pemeriksaan rutin baterai – terutama jika menyimpan perlengkapan elektronik – semakin menguat. Banyak pihak menekankan bahwa keselamatan pekerja dan pengguna gedung harus menjadi prioritas sebelum keuntungan ekonomis.
Tantangan Pemulihan dan Investigasi: Asap, Trauma, dan Transparansi
Setelah pemadaman, proses pendinginan dan pemeriksaan seluruh lantai dilakukan secara hati-hati. Asap sisa dan struktur bangunan yang rusak membuat proses olah TKP dan identifikasi korban memakan waktu. Petugas harus mengenakan alat pelindung, dan akses ke bagian-bagian gedung dibatasi.
Sementara itu, bagi keluarga korban dan penyintas kebakaran, trauma fisik dan emosional — termasuk kesedihan, stres, dan ketidakpastian — menjadi tantangan besar. Banyak keluarga menunggu kabar di RS, melihat proses identifikasi, dan bersiap menghadapi pemakaman serta proses klaim asuransi atau kompensasi.
Pemerintah dan perusahaan terkait diharapkan transparan dalam mengungkap penyebab kebakaran, pertanggungjawaban, dan langkah pencegahan agar tragedi serupa tidak terulang — khususnya di gedung bertingkat dengan aktivitas penyimpanan barang elektronik dan baterai.
Mengapa Kasus Ini Berdampak Luas — Bukan Sekadar “Kecelakaan Kerja”
Kebakaran gedung Terra Drone bukan hanya soal satu perusahaan atau satu bangunan. Ia mengekspos persoalan serius terkait:
- Regulasi keselamatan gedung dan penyimpanan bahan berisiko — seperti baterai litium.
- Standar evakuasi dan proteksi kebakaran di gedung kantor / ruko bertingkat.
- Kesadaran pekerja dan pemilik gedung terhadap potensi bahaya dini.
- Tanggung jawab sosial perusahaan terhadap keselamatan karyawan.
- Perlunya transparansi dan komunikasi publik pasca-tragedi — agar masyarakat paham penyebab dan langkah perbaikan.
Dalam skala besar, tragedi ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pemilik gedung dan perusahaan di Jakarta — bahwa keamanan dan keselamatan tak boleh dianggap sepele, apalagi jika ada aktivitas dengan bahan berisiko tinggi.
Kesimpulan: Duka Maut di Kemayoran — Waktu untuk Evaluasi Keselamatan Total
Kebakaran di gedung Terra Drone Jakarta telah merenggut 22 nyawa — menimbulkan duka mendalam, luka fisik dan batin, serta pertanyaan besar tentang keselamatan pekerja dan regulasi bangunan.
Dugaan awal bahwa kebakaran dipicu baterai litium di area penyimpanan menjadi sorotan utama. Namun hasil penyelidikan forensik masih menunggu. Yang jelas, tragedi ini menegaskan: perlindungan nyawa dan keselamatan kerja harus diperkuat — bukan hanya sebagai idealisme, tapi sebagai keharusan praktis.
Semoga keluarga korban mendapatkan keadilan dan dukungan, dan tragedi ini menjadi momentum perubahan serius bagi standar keselamatan bangunan dan perusahaan di Indonesia.

