BeritaPolitikViral

Bahlil Katakan Curah Hujan Tinggi Sebagai Salah Satu Pemicu Banjir Sumatra

Jakarta — Menyusul gelombang banjir bandang dan longsor yang melanda berbagai titik di Pulau Sumatra, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa curah hujan yang tinggi menjadi salah satu penyebab utama bencana tersebut.

Pernyataan itu disampaikan Bahlil usai bertemu Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Kamis (4/12/2025). Ia melaporkan perkembangan penanganan tanggap darurat — mulai dari penyediaan listrik, BBM, hingga LPG — sekaligus menyerahkan evaluasi situasi di lapangan di sejumlah wilayah terdampak.

“Ya ini hujannya yang tinggi, ya. … itu juga salah satu di antara … kalau hujan yang tinggi dan segala macam, ya,” ujar Bahlil, menegaskan bahwa intensitas hujan ekstrem menjadi faktor signifikan.


Situasi Banjir & Longsor Terbaru di Sumatra

Banjir dan longsor di akhir November — awal Desember 2025 telah menimbulkan krisis kemanusiaan besar. Menurut data terbaru, total korban tewas sudah mencapai angka ratusan, dengan ribuan korban hilang dan banyak pengungsi.

Ketiga provinsi terdampak terparah — terutama di kawasan pegunungan dan aliran sungai hulu — mengalami kerusakan parah pada infrastruktur, permukiman, jalan, dan jembatan. Volume air yang tinggi, longsor dari lereng bukit, serta aliran sungai yang meluap membuat dampak bencana semakin besar.

Sementara beberapa wilayah telah memasuki tahap pemulihan — seperti perbaikan listrik dan distribusi bantuan — banyak desa dan kawasan terpencil hingga kini masih sulit dijangkau. Kondisi itu memperlambat proses evakuasi, pencarian korban, dan distribusi logistik.


Faktor Alam dan Lingkungan: Hujan & Kerusakan Ekosistem

Menurut Bahlil, curah hujan tinggi adalah pemicu langsung — namun para pakar lingkungan dan hidrologi menekankan bahwa perilaku cuaca ekstrem itu menjadi lebih berbahaya karena kerusakan ekosistem di hulu sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS).

Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menjelaskan bahwa deforestasi, alih fungsi lahan, dan rusaknya hutan di area tangkapan air telah melemahkan kemampuan alam menyerap dan menahan air hujan. Akibatnya, ketika hujan deras, air serta material longsor langsung mengalir ke hilir — memicu banjir bandang dan longsor masif.

Kombinasi antara cuaca ekstrem — termasuk intensitas hujan yang dipicu oleh fenomena atmosfer dan iklim global — dengan degradasi lingkungan, diyakini memperparah dampak bencana secara signifikan.


Upaya Pemerintah & Evaluasi Kebijakan: Dari Penanganan Darurat sampai Reformasi Tata Kelola

Dalam pertemuan dengan Presiden, Bahlil menerima instruksi percepatan pemulihan dan penanganan korban. Pemerintah pusat didekati untuk mengerahkan bantuan, menjaga pasokan energi, serta memulihkan akses di wilayah terdampak.

Namun demikian, sejumlah pengamat dan aktivis lingkungan menilai bahwa solusi jangka panjang diperlukan — bukan hanya penanggulangan bencana. Mereka menyoroti kebutuhan rehabilitasi hutan, perlindungan DAS, penegakan regulasi lingkungan, serta tata ruang yang lebih bijak untuk mencegah bencana berulang.

Beberapa menyerukan agar pemerintah mempertimbangkan moratorium sementara izin ekspansi lahan di area kritis dan fokus pada restorasi ekologis. Tujuannya: memperkuat daya tahan lingkungan terhadap cuaca ekstrem dan meminimalkan risiko bencana di masa mendatang.


Kontroversi & Tantangan: Menghadapi Realitas Iklim & Lingkungan

Pernyataan Bahlil bahwa curah hujan tinggi sebagai penyebab bencana mendapat tanggapan luas — namun juga kritik dari komunitas ilmuwan dan lingkungan. Banyak pihak berargumen bahwa meskipun cuaca berperan, penekanan terlalu besar pada hujan saja bisa mengabaikan faktor struktural seperti kerusakan hutan, tata guna lahan, dan regulasi lemah.

Singkatnya: hujan adalah pemicu — tetapi destruksi lingkungan dan pengabaian mitigasi adalah penyebab melebar dan memperparah dampak bencana.

Selain itu, perubahan iklim global telah meningkatkan frekuensi dan intensitas hujan ekstrem — membuat wilayah rawan seperti Sumatra harus menghadapi kombinasi bencana alam dan krisis ekologi.


Kesimpulan: Banjir Sumatra, Alarm Lingkungan & Peringatan Menuju Aksi Nyata

Pernyataan Bahlil bahwa curah hujan tinggi menjadi pemicu menunjukkan bahwa faktor alam memang tetap berperan — terutama dalam kondisi cuaca ekstrem. Namun, bencana kali ini bukan hanya soal hujan.

Data dan analisis menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan — deforestasi luas, rusaknya tutupan hutan di hulu DAS, pengelolaan lahan yang buruk — telah melemahkan proteksi alam, membuat bencana lebih mudah dan lebih parah.

Dengan demikian, penyelesaiannya juga harus komprehensif: penanganan darurat, pemulihan infrastrukur, serta reformasi lingkungan dan tata kelola lahan agar kawasan rawan bisa lebih tahan terhadap cuaca ekstrem.

Semoga tragedi ini menjadi momentum bagi semua pihak — pemerintah, masyarakat, ilmuwan, dan pelaku usaha — untuk mengambil langkah nyata, memperbaiki kebijakan, dan menjaga alam sebagai benteng terakhir dari bencana.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *