Menkes Sebut Campak 18 Kali Lebih Menular Dibanding COVID-19, Ini Penanganannya
Waspada Lebih dari Sekadar Viral
Jakarta — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa campak (measles) merupakan salah satu penyakit menular paling cepat di dunia. Bahkan, tingkat penularan atau reproduction rate (R₀) campak bisa mencapai 18 kali lebih tinggi daripada COVID-19, yang membuat satu penderita campak berpotensi menularkan penyakitnya ke 18 orang dalam sekali kontak intensif. Di sisi lain, COVID-19 “hanya” bisa menularkan ke dua atau tiga orang saja per kasus.
Saat COVID-19 Menghebohkan, Campak Tetap Mengintai
Public awareness sempat terfokus pada pandemi COVID-19 sejak 2020. Namun, campak tetap menjadi ancaman serius—terutama di wilayah dengan cakupan imunisasi yang rendah. Kini, saat ada kejadian luar biasa (KLB) di beberapa daerah, pemerintah harus bergerak cepat untuk mencegah penularan masif yang dapat terjadi dalam kurun waktu singkat.
Respons Cepat: Imunisasi Massal sebagai Kunci Penanganan
Saat meninjau KLB campak di Sumenep, Jawa Timur, Menkes Budi menegaskan bahwa vaksinasi adalah garis pertahanan utama. Targetnya: imunisasi 70.000 anak dalam dua minggu. Pemerintah sudah menyiapkan 11 ribu vial vaksin, yang cukup untuk sekitar 80.000 anak (dengan estimasi 1 vial untuk 8 anak).
Kenapa Vaksin Efektif?
Campak memang mudah menular, tetapi vaksinasi terbukti sangat efektif. Anak yang sudah divaksin memiliki kemungkinan sangat rendah untuk terjangkit, sekaligus membantu menciptakan herd immunity untuk melindungi populasi luas—terutama anak yang belum usai imunisasi dan mereka yang tidak bisa divaksin karena alasan medis.
Ancaman Fatal yang Sering Diremehkan
Menkes Budi mengingatkan bahwa campak bukanlah penyakit anak biasa. Ia bisa memicu komplikasi berat, seperti:
- Pneumonia (radang paru-paru)
- Ensefalitis (radang otak)
- Dan bahkan kematian, terutama pada balita gizi buruk dan mereka yang belum divaksinasi.
Hoaks Imunisasi: Musuh Kesehatan Publik
Selain bahaya penyakitnya sendiri, pemerintah juga menghadapi tantangan misinformasi yang menghambat vaksinasi. Ada hoaks berbahaya yang menyebar via pesan instan, menciptakan ketakutan dan penolakan imunisasi. Padahal, beberapa kematian anak tercatat karena orang tua menunda imunisasi karena terpengaruh informasi palsu. Menkes menyebut hoaks itu “berbahaya dan jahat.”
Kesiapan Logistik: Tidak Ada Alasan Kekurangan Vaksin
Pemerintah telah memastikan ketersediaan vaksin memadai. Dengan 11.000 vial yang tersedia, cakupan 80.000 anak sudah menjadi prioritas. Distribusi dan pelaksanaan imunisasi massal menjadi kunci untuk segera menekan KLB.
Menyusun Strategi Nasional: Cegah Sekarang agar Tidak Terulang
Penanganan KLB ini menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk memperkuat sistem imunisasi nasional—terutama dalam menjaga cakupan, memperbarui data peserta, dan melawan hoaks. Komunitas kesehatan dan media diharapkan berperan aktif mendorong kesadaran masyarakat.
