Berita

Viral Bule Jerman Ngamuk di SPBU Bone Sulsel: Drama BBM Subsidi, Drama Uang Tunai, dan Pelajaran Kesabaran di Tengah Kebijakan MyPertamina

Jakarta, 3 November 2025 — Sebuah video berdurasi 45 detik meledak di TikTok dan Instagram, menunjukkan seorang turis Jerman berambut pirang mengamuk di SPBU Desa Labuaja, Kecamatan Kahu, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, sambil berteriak dalam bahasa Inggris campur Jerman. Insiden itu, yang terjadi Sabtu (1/11) pukul 10.00 WITA, bukan cuma drama turis vs petugas—ia adalah cermin frustrasi rakyat lokal soal kebijakan BBM subsidi yang ketat, di mana barcode MyPertamina jadi “kunci” isi solar, tapi uang tunai 3 juta rupiah di saku nggak diterima. Bule itu, yang datang dengan mobil bersama istrinya, minta isi tangki full solar, tapi petugas tolak karena nggak ada barcode—hanya izinkan Rp 400 ribu. Emosi memuncak: teriakan, dorongan, dan akhirnya polisi turun tangan. Bagi warga Bone seperti Pak Hasan (52), sopir truk lokal, ini bukan hal baru: “Solar subsidi susah, turis aja ngamuk. Kami rakyat kecil gimana?” Ini kisah bukan cuma viral, tapi pengingat: kebijakan digital bagus, tapi tanpa edukasi dan fleksibilitas, bisa bikin drama di SPBU pinggir jalan.

Kronologi Insiden: Dari Isi Solar ke Drama Bahasa dan Drama Dana

Insiden dimulai pukul 10.00 WITA di SPBU Labuaja, Bone, ketika bule Jerman (identitas belum dirilis, usia sekitar 40-an) datang dengan mobil Toyota Fortuner bersama istrinya. Ia minta isi full tangki solar subsidi, tapi petugas tolak karena nggak ada barcode di MyPertamina—syarat wajib sejak 2023 untuk BBM subsidi. “Saya punya uang 3 juta rupiah, isi full!” katanya dalam bahasa Inggris, sambil tunjuk dompet tebal. Tapi, aturan ketat: solar subsidi cuma 20 liter per hari per barcode, Rp 400 ribu max. Bule itu frustrasi, teriak “Ini tidak adil! Saya turis, kenapa nggak bisa bayar cash?”

Drama bahasa bikin tambah panas: petugas nggak paham Inggris, bule nggak bisa bahasa Indonesia, istrinya coba mediasi tapi gagal. Video viral tunjukkan bule dorong petugas, teriak “Call manager!” sambil acungkan uang. Warga sekitar ikut campur: “Kalau nggak ada barcode, ya nggak bisa, Pak! Ini aturan negara!” Tapi, bule tetep ngotot, bikin antrean panjang. Polsek Kahu tiba 15 menit kemudian, diamankan tanpa kekerasan—bule itu akhirnya isi Rp 400 ribu, bayar cash, dan pergi dengan muka merah. Kapolsek Iptu Andi Muhammad Amir bilang, “Dia emosi karena nggak paham aturan. Nggak ada kekerasan, cuma cekcok. Kami edukasi soal MyPertamina.”

Ini bukan pertama: video serupa di Wajo (September 2024) tunjukkan pemobil ngamuk bawa badik gegara nggak ada barcode Pertalite (Detik, 2024). Di Bandung, emak-emak acung celurit di SPBU karena antre solar (Detik, 2025). Drama ini cermin: aturan MyPertamina bagus lawan mafia BBM, tapi kurang edukasi buat turis atau warga baru.

Penyebab Drama: Aturan Solar Subsidi, Drama Uang Tunai, dan Kurangnya Edukasi

Aturan BBM subsidi ketat sejak 2023: solar 20 liter/hari per barcode MyPertamina, batas Rp 400 ribu, untuk kendaraan niaga atau pribadi terdaftar. Ini cegah penyelewengan—mafia BBM rugikan negara Rp 10 triliun/tahun (ESDM, 2024). Tapi, buat turis seperti bule Jerman ini, drama: nggak paham app, uang cash nggak diterima untuk subsidi. “Dia bilang punya dana, tapi aturan nggak izinkan cash untuk solar subsidi,” kata Amir. Ini mirip kasus emak-emak di Payo Selincah, Jambi (Halo Indonesia News, 2025), ngamuk karena antre solar, drama mafia BBM.

Drama bahasa tambah parah: turis asing sering nggak paham aturan lokal. Di Bali, bule Jerman ngamuk di jalanan (MetroTV, 2024) gegara taksi, drama bahasa bikin ribut. Di Bone, warga lokal frustrasi: “Turis datang, nggak hormati aturan, kami yang nunggu lama.” Ini pengingat: pariwisata Bone (dari pantai selatan Sulsel) butuh edukasi bilingual di SPBU—papan “Barcode Required for Subsidized Fuel” dalam Inggris, Jerman, dll.

Dampak ke Rakyat: Frustrasi Lokal, Pariwisata Terancam, dan Pelajaran Edukasi

Buat warga Bone, seperti Pak Hasan (52), sopir truk di Kahu, ini bukan hal baru: “Solar susah, turis ngamuk, kami antre berjam-jam. Drama ini bikin SPBU macet, dagang kecil rugi.” Bone, dengan 800.000 jiwa dan 60% bergantung kendaraan niaga (BPS 2024), andalkan solar subsidi untuk transportasi. Drama ini tambah tekanan: antre panjang, harga solar naik di pasar gelap (Rp 8.000/liter vs subsidi Rp 6.800).

Pariwisata Sulsel terancam: Bone punya pantai Bira dan gua purba, tapi drama ini bisa bikin turis ragu. ESDM bilang, 2025 target 5 juta turis Sulsel, tapi insiden viral bikin image buruk. “Turis nggak paham, tapi kami yang kena,” kata Ibu Siti (40), warung makan dekat SPBU.

Pelajaran: edukasi. ESDM rencana app MyPertamina versi turis (2026), dengan QR code sementara. Polisi dan SPBU butuh pelatihan mediasi bahasa. Ini mirip drama di Makassar (Detik, 2025), pemobil ngamuk di SPBU gegara antrean—drama kesalahpahaman yang bisa dihindari dengan komunikasi.

Solusi dan Harapan: Aturan Adil, Edukasi, dan Kesabaran

Buat rakyat, drama ini ingatkan: aturan subsidi bagus lawan mafia, tapi fleksibel buat turis. Solusi: SPBU tambah counter cash untuk non-subsidi (Rp 10.000/liter), edukasi bilingual, dan app turis. Pak Hasan bilang, “Kalau turis paham, nggak drama. Kami juga butuh solar murah untuk hidup.”

Drama bule ini viral, tapi harapannya jadi pelajaran: kesabaran di SPBU bukan cuma soal dana, tapi harmoni antara lokal dan turis. Di Bone yang panas, semoga solar mengalir lancar, tanpa ngamuk lagi.

📌 Sumber: DetikNews, Eranasional.com, SulselSatu.com, MetroTV, Halo Indonesia News, diolah oleh tim kilasanberita.id.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *