BisnisEkonomi

Menteri LH: Tata Kelola Karbon Indonesia untuk Transisi Menuju Ekonomi Hijau

Jakarta — Dalam forum dialog tingkat tinggi di COP30 di Belém, Brasil pada Senin (10 November 2025), Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa tata kelola karbon Indonesia bukan hanya soal pengurangan emisi, tetapi juga proses transisi menuju ekonomi hijau yang inklusif dan berkeadilan sosial.


Kerangka Kebijakan Nasional

Menurut Hanif, Indonesia telah mengembangkan kerangka kerja yang menggabungkan aspek lingkungan, ekonomi dan sosial dalam pengelolaan karbon. Dalam transisi tersebut, pemerintah menekankan keadilan iklim — memastikan bahwa kelompok rentan, masyarakat adat dan perempuan mendapatkan bagian dari manfaat kebijakan iklim.
Contoh konkret yang disebut adalah mekanisme pembagian manfaat (Benefit Sharing Mechanism, BSM) dan pembayaran berbasis hasil (payment for results) melalui skema karbon seperti Dana Karbon Kalimantan (FCPF) dan Dana Biokarbon Jambi.


Fokus Utama: Transisi & Inklusi Sosial

Hanif menyebut secara tegas:

“Intinya, tata kelola karbon Indonesia bukan hanya tentang pengurangan emisi, tetapi juga tentang memastikan transisi menuju ekonomi hijau.”
Hal ini memperlihatkan perubahan paradigma: bukan semata target karbon, tetapi bagaimana ekonomi masyarakat dibangun lebih hijau, lebih adil, dan lebih berkelanjutan.

Dalam praktiknya, pemerintah akan memastikan bahwa:

  • Pendapatan dari transaksi karbon langsung bermanfaat bagi masyarakat lokal.
  • Anggaran iklim dan desain proyek memasukkan aspek kesetaraan gender dan inklusi sosial.
  • Program pengembangan kapasitas diarahkan ke perempuan dan pemuda dalam kewirausahaan iklim, energi terbarukan dan pengelolaan lahan berkelanjutan.

Peluang & Tantangan Pasar Karbon Indonesia

Sebagai negara dengan hutan tropis yang luas dan emisi gas rumah kaca yang signifikan, Indonesia memposisikan diri sebagai pemain kunci di pasar karbon global. Menteri Hanif dan jajaran menyoroti peluang besar dalam perdagangan karbon, kredit karbon, pengembangan energi hijau dan teknologi rendah emisi.

Namun tantangannya juga tak sedikit:

  • Perlunya standar integritas dan transparansi agar pasar karbon Indonesia dipercaya secara global.
  • Infrastruktur regulasi yang memadai, termasuk pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
  • Memastikan bahwa skema pasar karbon tidak hanya menguntungkan korporasi besar, tetapi juga menyentuh masyarakat lokal dan tidak meningkatkan risiko kerusakan lingkungan atau sosial.

Implikasi bagi Ekonomi Hijau & Pembangunan

Dengan memperkuat tata kelola karbon, Indonesia berharap memicu sejumlah dampak positif:

  • Mempercepat transisi menuju sektor energi terbarukan dan efisiensi energi.
  • Mendorong investasi hijau (green investment) dan teknologi rendah karbon.
  • Mendukung pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat kesejahteraan masyarakat sambil menjaga lingkungan.
  • Menempatkan Indonesia sebagai pusat pasar karbon yang berintegritas—yang bisa menarik investor dan mitra internasional.

Relevansi bagi Masa Depan Indonesia

Transisi menuju ekonomi hijau menjadi sangat relevan dalam konteks global: perubahan iklim makin cepat, tekanan internasional terhadap emisi meningkat, dan perilaku bisnis serta investasi pun berubah. Pernyataan Menteri Hanif menunjukkan bahwa Indonesia ingin tidak hanya “ikut tren”, tetapi menjadi pelaku utama dalam ekonomi hijau global.
Bagi masyarakat umum, ini berarti:

  • Ada peluang ekonomi baru melalui sektor hijau (energi terbarukan, pengelolaan hutan, kredit karbon).
  • Dibutuhkan kesiapan lokal dan kapasitas masyarakat agar tidak tertinggal.
  • Perubahan perilaku konsumsi dan produksi akan menjadi bagian dari transformasi nasional.

Kesimpulan

Pernyataan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq di COP30 memperjelas bahwa Indonesia memandang tata kelola karbon sebagai landasan untuk transisi ekonomi hijau—bukan sekadar pengurangan emisi. Dengan memasukkan aspek sosial, inklusi dan keadilan dalam kebijakan karbon, Indonesia berharap membangun ekonomi yang ramah lingkungan sekaligus memberi manfaat bagi rakyat luas.
Meskipun tantangan regulasi, integritas pasar karbon dan implementasi sosial masih besar, arah kebijakan ini menunjukkan bahwa Indonesia ingin mengambil peran aktif — bukan hanya menjadi penonton — dalam masa depan hijau global.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *