Politik

DPR Resmi Sahkan RKUHAP Jadi Undang‑Undang

JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) secara resmi mengesahkan revisi KUHAP, yakni RKUHAP, menjadi undang‑undang dalam rapat paripurna ke‑8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025‑2026, Selasa (18/11/2025).


Sidang Paripurna & Ketok Palu

Sidang digelar di ruang paripurna DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat. Acara dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani dan dihadiri Wakil Ketua DPR serta sejumlah Menteri dan Wakil Menteri dari pemerintah. Total hadir sebanyak 242 anggota DPR dalam pengambilan keputusan tersebut.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, melaporkan hasil pembahasan RKUHAP yang telah selesai di tingkat Komisi dan siap dibawa ke tingkat II. Setelah laporan dibacakan, Ketua DPR mengajukan persetujuan fraksi‑fraksi, dan seluruh anggota menjawab “Setuju,” disusul ketukan palu yang menandai pengesahan.


Latar Belakang dan Proses Pembahasan

RKUHAP adalah revisi dari KUHAP yang telah lama menjadi dasar hukum acara pidana di Indonesia. Pemerintah dan DPR melalui Komisi III telah melakukan pembahasan panjang, termasuk penyusunan dengan mekanisme partisipatif yang melibatkan akademisi, praktisi, lembaga penegak hukum, serta masyarakat sipil.
Menurut pemerintah, RKUHAP disusun agar sistem peradilan pidana nasional semakin berkeadilan dan sesuai perkembangan zaman.


Poin­‑Poin Utama dalam RKUHAP

Beberapa aspek yang diangkat dalam RKUHAP yakni penguatan hak tersangka, pembatasan kewenangan penyidikan yang terlalu luas, serta jaminan proses hukum yang transparan dan akuntabel. Nama‑nama kementerian dan lembaga terkait hadir mendampingi dalam sidang sebagai bagian dari persetujuan bersama antara eksekutif dan legislatif.
Pembahasan yang dianggap terbuka dan partisipatif ini menjadi klaim bahwa revisi bukan sekadar perubahan kosmetik, tetapi transformasi sistemik dalam hukum acara pidana.


Reaksi Publik serta Tantangan Kedepan

Pengesahan RKUHAP menjadi undang‑undang ini memunculkan berbagai reaksi dari masyarakat dan pengamat hukum. Sebagian melihat sebagai langkah maju menuju reformasi peradilan, namun ada pula kekhawatiran terkait implementasi di lapangan—termasuk bagaimana aparat penegak hukum menyesuaikan diri dengan kerangka baru.
Tantangan besar ke depan adalah memastikan bahwa undang‑undang ini benar‑benar diterapkan secara adil, bahwa mekanisme pengawasan dan kontrol ditegakkan, serta bahwa hak‑hak warga negara terlindungi secara nyata, bukan hanya di atas kertas.


Signifikansi dan Dampak Jangka Panjang

Dengan disahkannya RKUHAP, Indonesia memasuki babak baru dalam reformasi hukum acara pidana, menggantikan kerangka lama yang telah berjalan puluhan tahun. Undang‑undang ini diharapkan bisa memperkuat posisi lembaga penegak hukum sekaligus menjaga hak tersangka atau terdakwa agar proses peradilannya berkeadilan.
Di sisi lain, pengesahan ini juga menjadi sinyal bahwa legislatif dan eksekutif bekerja dalam kerangka yang meyakinkan publik bahwa perubahan hukum tetap dapat dilakukan melalui mekanisme demokrasi, pembahasan terbuka, dan kolaborasi antar‑institusi.


Kesimpulan

Sidang paripurna DPR pada 18 November 2025 mencatat sejarah dengan disahkannya RKUHAP menjadi undang‑undang. Proses yang dilalui — mulai dari pembahasan di Komisi III, pelibatan berbagai pihak, hingga persetujuan fraksi‑fraksi — menunjukkan komitmen untuk reformasi sistem peradilan pidana. Namun, tantangan terbesar tetap di depan mata: efek nyata di dalam praktik, pengawasan yang efektif, dan perlindungan hak asasi manusia dalam pelaksanaan undang‑undang ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *