Kesehatan

Bali Jadi Percontohan Nasional Vaksin Heksavalen Terpadu

Denpasar,9 Oktober 2025 — Provinsi Bali kembali dipercaya sebagai percontohan nasional untuk penerapan program imunisasi inovatif: vaksin heksavalen terpadu. Program ini dijalalkan mulai Oktober 2025 dan bertujuan menyederhanakan pemberian imunisasi dasar pada bayi dalam satu suntikan.

Peluncuran vaksin heksavalen di Bali adalah bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL), sekaligus mengurangi beban pemberian banyak suntikan kepada bayi. Dengan vaksin ini, satu dosis dapat memberikan perlindungan terhadap enam penyakit sekaligus: difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, Haemophilus influenzae tipe B (Hib), dan polio.


Pelaksanaan & Sasaran Program

Bali dipilih menjadi bagian dari tiga daerah percontohan nasional, bersama DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan NTB (Nusa Tenggara Barat) untuk vaksin heksavalen. Program ini menyasar bayi yang lahir setelah 9 Juli 2025, dengan imunisasi dilakukan pada usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan.

Menurut Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, dr. Gede Nyoman Sebawa, peluncuran vaksin ini muncul setelah evaluasi keluhan masyarakat mengenai terlalu seringnya bayi disuntik imunisasi dasar. Dengan penggabungan vaksin ke dalam satu dosis tunggal, diharapkan beban untuk bayi dan orang tua bisa dikurangi.

Untuk Kabupaten Buleleng sendiri, sasaran awal mencakup bayi usia 2 bulan sampai 2 bulan 29 hari yang sudah terdata sekitar 2.450 bayi.Ke depan, sasaran ini akan diperluas sesuai jumlah kelahiran yang masuk ke dalam rentang waktu pelaksanaan vaksinasi heksavalen.


Keunggulan & Tujuan Program

Penerapan vaksin heksavalen menawarkan beberapa keuntungan strategis, antara lain:

  1. Pengurangan jumlah suntikan
    Bayi yang sebelumnya harus menerima beberapa vaksin terpisah kini cukup sekali suntik, mengurangi rasa tidak nyaman dan stres bagi bayi.
  2. Peningkatan kepatuhan orang tua
    Dengan penyederhanaan jadwal, orang tua diharapkan lebih termotivasi menyelesaikan imunisasi dasar anaknya tanpa takut atau enggan.
  3. Penutupan kesenjangan cakupan imunisasi
    Sebelumnya, sering muncul kesenjangan antara cakupan vaksin pentavalen dan injeksi polio. Dengan heksavalen yang menyatukan cakupan tersebut, diharapkan semua bayi mendapat perlindungan menyeluruh.
  4. Efisiensi tenaga kesehatan dan fasilitas
    Proses imunisasi menjadi lebih cepat dan praktis. Petugas kesehatan di puskesmas, klinik, bidan praktik mandiri, maupun posyandu bisa bekerja lebih optimal.
  5. Target capaian IDL tinggi
    Dengan program ini, target capaian Imunisasi Dasar Lengkap 95% dicanangkan sebagai indikator keberhasilan.
  6. Pencegahan potensi KLB penyakit menular
    Dengan cakupan terhadap enam penyakit dalam satu suntikan, risiko terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat penyakit seperti difteri, tetanus, hepatitis, atau polio menjadi lebih kecil.

Tantangan & Catatan Pelaksanaan

Tentu saja, program vaksin heksavalen tidak tanpa tantangan:

  • Distribusi dan logistik vaksin baru
    Pemerintah harus menyiapkan distribusi vaksin, penyimpanan (cold chain), dan fasilitas pendukung agar dosis sampai ke puskesmas dan fasilitas kesehatan dengan aman.
  • Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat
    Orang tua harus memahami bahwa satu suntikan kini bisa menggantikan beberapa jenis vaksin. Mungkin ada kekhawatiran atau keraguan atas inovasi ini.
  • Monitoring dan evaluasi
    Program percontohan harus diawasi secara intensif sehingga jika muncul hambatan atau efek samping, bisa segera diperbaiki.
  • Adaptasi petugas kesehatan
    Petugas harus dilatih agar memahami protokol vaksin heksavalen, dosis, jadwal, dan pencatatan khusus agar data imunisasi tetap akurat.
  • Keterjangkauan akses layanan di daerah terpencil
    Pastikan fasilitas kesehatan di pelosok Bali dapat menjangkau bayi yang mungkin sulit diakses.

Implikasi Bagi Masyarakat Bali

Untuk orang tua bayi, program ini memberi kemudahan dan kenyamanan. Mereka tidak lagi harus membawa anak bolak-balik untuk imunisasi terpisah. Bagi anak-anak, ini berarti perlindungan terhadap enam penyakit menular sejak dini, dengan risiko minim jika imunisasi dilakukan sesuai jadwal.

Bagi sistem pelayanan kesehatan, ini adalah peluang untuk efisiensi sumber daya dan memperkecil disparitas cakupan imunisasi antar wilayah. Keberhasilan percontohan di Bali bisa menjadi model yang diadopsi secara nasional.


Kesimpulan

Dengan ditunjuknya Bali sebagai daerah percontohan vaksin heksavalen terpadu, Indonesia mengambil langkah progresif dalam menyederhanakan dan memperkuat program imunisasi dasar. Vaksin tunggal yang memberikan perlindungan lengkap terhadap enam penyakit berpotensi mempercepat capaian IDL dan mengurangi beban imunisasi bagi bayi dan tenaga kesehatan.

Meski begitu, tantangan distribusi, edukasi masyarakat, pelatihan petugas, dan monitoring tetap harus dihadapi agar program ini bisa berjalan lancar dan memberi manfaat maksimal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *