21 Tahun Setelah Munir Dibunuh: Utang Sejarah yang Belum Terbayar
Jakarta, 7 September 2025 — Sudah 21 tahun berlalu sejak aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib diracun menggunakan arsenik dalam pesawat menuju Amsterdam, namun keadilan atas pembunuhannya masih jauh dari tuntas. Kilasanberita dalam kolom “Utang Sejarah: Pembunuhan Munir” dan laporan Komnas HAM mengungkap bahwa proses penyelidikan hingga kini masih diwarnai banyak tanya — terutama soal siapa dalang intelektual di balik tragedi tersebut.
Kronologi Singkat: Dari Terbang ke Kematian
- Pada pagi 7 September 2004, Munir naik pesawat dari Jakarta menuju Amsterdam. Di dalam pesawat, ia sempat singgah transit di Bandara Changi, Singapura.
- Setelah dikenal dalam pesawat, Munir meninggal di pesawat setelah diyakini diracun. Pemeriksaan forensik menunjukkan adanya arsenik di tubuhnya.
- Pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, kemudian ditangkap dan dihukum sebagai pelaku yang menuangkan racun. Namun, hukuman yang diterimanya dan lama penahanan dinilai tidak mengupas siapa yang memerintahkan peristiwa itu secara menyeluruh.
Perkembangan Penyelidikan yang Lamban
Komnas HAM menyebut ada beberapa langkah penyelidikan yang sudah dilakukan oleh tim ad hoc. Namun sejauh ini belum ada terungkap aktor intelektual yang menjadi otak di balik pembunuhan Munir.
Menurut laporan Komnas HAM terbaru, berikut sejumlah hal yang sudah berjalan:
- Pengumpulan bukti tambahan, termasuk dokumen resmi, komunikasi antar lembaga, dan hasil penelitian forensik.
- Pendampingan keluarga dan organisasi HAM agar kasus ini tidak dilupakan.
- Tapi, Komnas HAM juga menemukan bahwa hambatan politik dan administratif masih menghalangi jalannya proses hukum secara menyeluruh.
Sisi Kritik: Negara Dituding Setengah Hati
Lembaga masyarakat sipil, seperti Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM), mengecam bahwa negara menunjukkan sikap yang setengah hati dalam menyelesaikan kasus ini. Laporan menyebut bahwa meskipun ada kejelasan fakta bahwa peristiwa pembunuhan Munir adalah kejahatan luar biasa, penyelidikan belum menyentuh aktor politik dan intelijen yang diduga kuat terlibat.
Beberapa elit politik disebut-sebut menekan Komnas HAM agar memundurkan upaya penetapan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat dengan alasan “bisa memicu kegaduhan.”
Aktor Inti yang Sudah Diketahui
Walau intelektual atau pihak pengendali yang memerintah masih belum secara resmi diadili, sudah ada nama yang terkait secara hukum:
- Pollycarpus Budihari Priyanto: dihukum sebagai pelaku yang secara fisik menuangkan arsenik ke dalam minuman Munir.
- Muchdi Purwoprandjono: mantan pejabat Kopassus dan BIN, diduga memiliki hubungan komunikasi intens dengan Pollycarpus menjelang kematian Munir. Namun, Muchdi tidak pernah diputus sebagai bersalah secara penuh sebagai aktor intelektual.
Tantangan Besar yang Masih Ada
Beberapa faktor yang menghambat penyelesaian tuntas kasus Munir:
- Keterlibatan lembaga intelijen: Kasus ini diduga melibatkan jaringan intelijen dan struktur kekuasaan negara, yang membuat penyelidikan menjadi rumit.
- Politik dan intervensi: Elite politik pernah meminta penundaan resmi penetapan ganjalan HAM berat terkait Munir agar tidak mengganggu stabilitas politik.
- Undue delay: Penundaan penyelidikan yang lama, pengumpulan bukti, dan pelaksanaan prosedur hukum yang terkadang stagnan atau ditunda.
- Kurang transparansi dalam melaporkan progres penyelidikan kepada publik dan keluarga korban.
Harapan dan Tuntutan Masyarakat
Organisasi HAM dan keluarga Munir serta publik terus menuntut:
- Penetapan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat agar bisa diadili secara moral dan hukum secara tuntas.
- Pengusutan kembali aktor intelektual yang sampai kini masih bebas, termasuk yang diduga dari kalangan intelijen.
- Transparansi penuh dari Komnas HAM, Kejaksaan, dan pihak-pihak terkait, tentang setiap langkah penyelidikan.
- Kepastian bahwa hukum berlaku adil dan tidak tertutup oleh kepentingan politik.
Makna 21 Tahun Bagi Demokrasi dan HAM di Indonesia
Hari peringatan 21 tahun kematian Munir bukan hanya soal mengingat masa lalu, tetapi juga ujian terhadap komitmen negara dalam menjalankan supremasi hukum dan menjamin perlindungan pembela HAM. Berikut beberapa makna penting:
- Preseden Hukum: Penyelesaian kasus Munir akan menjadi acuan bagi penanganan kasus-kasus HAM lainnya, terutama yang melibatkan kekuatan negara.
- Kepercayaan Publik: Ketidakadilan yang berkepanjangan merusak kepercayaan warga terhadap institusi hukum dan HAM.
- Perlawanan terhadap budaya impunitas: Apabila pelaku, terutama aktor intelektual, tetap bebas tanpa pertanggungjawaban, maka akan menjadi sinyal bahwa impunitas masih diizinkan berlangsung.
Kesimpulan
21 tahun setelah kematian Munir Said Thalib yang terbukti melalui racun arsenik, meskipun ada putusan pengadilan terhadap Pollycarpus, penyelidikan masih jauh dari selesai. Aktor intelektual yang diduga berada di balik kejadian tersebut belum diadili. Upaya negara dan lembaga HAM terus berjalan, namun lamban, kurang transparan, dan banyak pihak menilai belum cukup tegas.
Para organisasi masyarakat sipil, keluarga korban, dan publik meminta agar kasus ini diselesaikan secara adil dan terbuka, tanpa ada lagi keraguan bahwa kekuasaan dan politik tidak boleh menjadi penghalang keadilan. Peringatan 21 tahun kematian Munir harus menjadi momentum agar hukum dan HAM di Indonesia berjalan lebih kuat dan menjawab tantangan nyata di lapangan.
