BeritaOlahraga

Banding Ditolak FIFA, Jalan FAM Menuju CAS Menakar Peluang

Kuala Lumpur— Keputusan Federasi Sepak Bola Asean (FAM) untuk melanjutkan sengketa transfer pemain mereka ke Court of Arbitration for Sport (CAS) di Lausanne, Swiss, bukanlah sekadar prosedur banding, melainkan sebuah pertaruhan besar yang sarat makna. Langkah ini diambil setelah Komite Banding FIFA secara resmi menolak keberatan yang diajukan FAM terkait sanksi yang dijatuhkan pada salah satu pemain bintang mereka dan klub asalnya.

Sanksi tersebut, yang terkait dengan transfer kontroversial yang terjadi dua musim lalu, mencakup denda finansial yang signifikan dan larangan beraktivitas di pasar transfer selama dua periode. Bagi FAM, penolakan banding oleh FIFA adalah puncak dari frustrasi panjang terhadap birokrasi dan interpretasi aturan yang mereka anggap merugikan perkembangan sepak bola lokal.

Kasus ini bermula dari klaim ketidakberesan administrasi dan intervensi pihak ketiga dalam proses pemindahan pemain. FIFA, melalui Komite Disiplinnya, sebelumnya telah menjatuhkan vonis, yang kemudian dikuatkan oleh Komite Banding. Dalam pandangan otoritas tertinggi sepak bola dunia itu, bukti-bukti yang diajukan FAM tidak cukup kuat untuk membatalkan putusan awal. Penolakan ini menandakan FIFA telah menutup pintu diskusi, memaksa FAM untuk mencari keadilan di yurisdiksi tertinggi arbitrase olahraga.

Peluang di Arbitrase Olahraga

Keputusan menempuh jalur CAS memang berisiko, namun ini adalah langkah yang seringkali ditempuh federasi atau klub yang merasa hak-hak mereka diabaikan oleh keputusan FIFA. CAS dikenal sebagai pengadilan yang independen dan memiliki rekam jejak dalam membatalkan atau merevisi keputusan yang dibuat oleh badan-badan olahraga internasional.

Namun, medan pertempuran di CAS sangat berbeda. Kasus yang dibawa ke sana harus memiliki dasar hukum yang kuat dan mampu menunjukkan bahwa keputusan FIFA—dalam konteks ini penolakan banding—mengandung kekeliruan prosedur, kesalahan interpretasi hukum olahraga, atau bahkan pelanggaran due process.

“Di CAS, yang dipertaruhkan bukan hanya soal benar atau salahnya sebuah transfer, tetapi apakah FIFA telah menerapkan aturannya secara adil dan konsisten,” ujar Dr. Hamdan Luthfi, seorang pakar hukum olahraga dari Universitas Malaya. “FAM harus membangun narasi yang sangat kuat, fokus pada celah hukum atau inkonsistensi yang digunakan FIFA dalam kasus-kasus serupa di masa lalu.”

Langkah FAM membawa kasus ini ke CAS bisa dilihat sebagai indikator bahwa federasi tersebut tidak hanya membela kepentingan klub atau pemain yang bersangkutan, tetapi juga mencoba memetakan ulang batas-batas otonomi dan intervensi FIFA terhadap tata kelola transfer di wilayah Asean. Sanksi transfer selama dua periode adalah hukuman yang sangat berat, terutama bagi klub yang sedang berupaya membangun kembali kekuatan tim.

Dampak dan Konsekuensi Lanjutan

Jika CAS memutuskan memenangkan FAM, konsekuensinya akan signifikan. Keputusan tersebut tidak hanya membatalkan sanksi yang ada, tetapi juga dapat memaksa FIFA untuk meninjau ulang interpretasi mereka terhadap regulasi transfer pemain, terutama yang berkaitan dengan peran agen dan third-party ownership yang sering menjadi area abu-abu. Kemenangan ini juga akan menjadi preseden kuat bagi federasi-federasi lain di Asia yang mungkin menghadapi masalah serupa.

Sebaliknya, jika CAS menguatkan keputusan FIFA, FAM harus menanggung tidak hanya sanksi awal, tetapi juga biaya hukum yang mahal dari proses arbitrase, yang dapat mencapai ratusan ribu dolar. Kekalahan di CAS juga bisa menjadi pukulan telak terhadap kredibilitas dan posisi tawar FAM di mata FIFA.

Untuk mempersiapkan kasus ini, FAM dilaporkan telah menunjuk firma hukum internasional yang memiliki spesialisasi dalam hukum olahraga, sebuah sinyal bahwa mereka serius menargetkan kemenangan. Dokumen dan bukti yang akan diajukan ke CAS harus jauh lebih rinci dan terstruktur daripada yang disajikan ke Komite Banding FIFA. Ini membutuhkan penggalian data yang mendalam, kesaksian ahli, dan analisis regulasi yang cermat.

“Ini adalah pertarungan hukum, bukan lagi pertarungan di lapangan hijau. Kita harus menimbang setiap pasal, setiap guideline FIFA. FAM harus siap bertarung dalam jangka waktu yang panjang, karena kasus di CAS bisa memakan waktu enam bulan hingga satu tahun, bahkan lebih,” tambah Dr. Hamdan.

Pengajuan ke CAS kini resmi membuka babak baru dalam sengketa ini. Sambil menanti jadwal sidang dan panel arbiter yang ditunjuk, komunitas sepak bola akan terus mengawasi: apakah CAS akan menjadi palu keadilan yang merombak putusan FIFA, ataukah ini hanya akan menjadi babak akhir yang menguatkan status quo.

📌 Sumber: CNN Indonesia, 3 November 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *