Kuliner Serangga Gunungkidul: Antara Tradisi, Viralitas, dan Keunikan Lokal

Masyarakat Gunungkidul memiliki tradisi panjang dalam mengonsumsi serangga sebagai bagian dari pola makan mereka. Serangga seperti belalang, kumbang puthul, ulat jati, dan kepompong jati (ungkrung) telah menjadi bagian dari kuliner sehari-hari dan bahkan menjadi oleh-oleh khas yang diminati wisatawan.

Belalang Goreng

Belalang, khususnya belalang kayu, merupakan serangga yang paling populer dan menjadi maskot kuliner daerah ini. Belalang digoreng kering dengan bumbu bawang dan garam hingga renyah, memiliki rasa mirip udang goreng, dan menjadi oleh-oleh wajib bagi wisatawan yang berkunjung

Puthul

Puthul adalah sejenis kumbang tanah (Phyllophage helleri) yang muncul di awal musim penghujan. Serangga ini diolah menjadi camilan gurih atau bacem. Puthul kaya akan protein dan lemak tak jenuh atau omega-3, yang memiliki manfaat bagi kesehatan

Ungkrung

Ungkrung adalah kepompong ulat jati yang muncul pada awal musim hujan. Serangga ini diolah dengan cara digoreng kering dengan bumbu bawang putih dan garam, atau diolah sebagai oseng atau bacem. Ungkrung memiliki rasa gurih dan tekstur kenyal yang disukai banyak orang

Viralitas di Media Sosial

Klaim warganet yang menyebutkan bahwa “tidak ada serangga yang selamat di Gunungkidul” menjadi viral setelah seorang siswa SMP di Gunungkidul membawa bekal yang tidak biasa: olahan puthul. Video tersebut menarik perhatian banyak orang dan menjadi perbincangan di media sosial. Fenomena ini menunjukkan bagaimana tradisi kuliner lokal dapat menarik perhatian generasi muda dan dunia maya

Manfaat Gizi Serangga

Serangga yang dikonsumsi di Gunungkidul tidak hanya lezat, tetapi juga kaya akan kandungan gizi. Menurut Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada (UGM),
Pelestarian dan Promosi Kuliner Lokal

Pemerintah daerah dan masyarakat Gunungkidul berupaya melestarikan dan mempromosikan kuliner serangga ini sebagai bagian dari warisan budaya.